Minim Literasi Minusnya Pendidikan

Foto : Berbagai Sumber (istimewa)

Istilah Literasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti kemampuan menulis dan membaca. Secara umum dan lebih luas istilah “Iiterasi” dapat pula diartikan sebagai keterampilan atau kemampuan individu di berbagai bidang tertentu, termasuk mengola setiap informasi dalam memperkaya kemampuan seseorang atau kelompok.

Istilah Literasi secara etimologi berasal dari bahasa latin “literatus” yang artinya“belajar” berhubungan dengan membaca atau menulis.

Di beberapa negara maju, literasi di yakini sebagai wadah atau tempat untuk membangun peradaban dan kemajuan suatu bangsa termasuk untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia antar negara.

Lalu bagaimana dengan Indonesia ?

Indonesia salah satu negara yang dikenal sangat minim literasi, ditandai dengan rendahnya minat baca dan belajar, banyak pendapat menyatakan penyebabnya tidak terlepas dari maraknya praktek korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan pendidikan.

Selain itu program pendidikan tidak memiliki kajian dan arah yang jelas, sehingga ruang pendidikan sebagai tempat belajar tidak mampu membangun daya saing sumber daya manusia yang mandiri dan terarah.

Minimnya literasi dimaknai sebagai bukti minusnya kualitas pendidikan disegala bidang, aroma KKN menyengat dimana-mana dan membuat banyak korban terutama anak didik termasuk orang tua. Tidak saja aroma bau KKN yang memuakkan, tapi perilaku diskriminasi juga menjadi gelombang sunami bagi nasib anak-anak didik.

Praktek mempermalukan anak didik karena kemiskinan terjadi dimana-mana, ini pertanda nilai-nilai daripada pendidikan sudah ditepi jurang, sentimen semakin tinggi, moral dan kemampuan tenaga pendidik semakin jauh dari prinsip-prinsip dan tujuan pendidikan itu sendiri.

Peraturan dibuat sebagai monster yang menakutkan dan membunuh mental dan pikiran anak didik semua menjadi tontonan-tontonan rutin diberbagai platform media.

Kemajuan teknologi sebagai kemajuan ilmu pengetahuan kini bangkit menhancurkan para pembuatnya (guru-guru atau tenaga pendidik). Moral, mental, etika dan pengabdian sebagai esensi kehormatan dan pengabdian direnggut, semua hanya dikendalikan jari (gajet).

Pentingnya Tranparansi Pendidikan

Konstitusi telah menetapkan 20% APBN/APBD di alokasikan untuk pendidikan, akan tetapi praktek di lapangan penyelenggaraan pendidikan penuh dengan persoalan-persoalan yang menghambat hak-hak anak didik dan fenomena ini terjadi secara nasional.

Dengan anggaran sebesar itu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam Buku Panduan Gerakan Literasi Nasional hanya mampu memprogramkan literasi dibidang baca tulis, numerasi, sains, digital, finansial, budaya dan kewargaan.

Memperkaya “literasi” sangatlah penting sebagai upaya membangun Indonesia yang lebih baik kedepan, untuk terbebas dari praktek korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), terutama untuk membangun dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang berkompeten, terampil dan berdaya saing yang tinggi.

Diera kemajuan teknologi sekarang ini, program memperkaya Literas itu sudah seharusnya dibangun melalui dilakukan ketersediaan aplikasi-aplikasi digital akan sangat membantu dan mempermudah masyarakat pengembangkan diri.

Berbagai Sumber