Drama Hukum Dalam Kasus Harun Masiku Hingga Hasto Kristianto Jadi Tersangka

Majalah Tempo Bocor Halus Politik (istimewa)
Jakarta, trans-cyber.id, — Kasus Harun Masiku masih perhatian di perpolitikan nasional Indonesia, majalah Tempo sebagai salah satu majalah terkemuka di Indonesia memiliki perhatian khusus terhadap kasus ini sejak awal.
Sejak tahun 2016 Majalah Tempo menyanikan berita-berita mendalam tentang kasus ini, “kita harus mendapatkan lebih dari media-media lain, pokoknya tidak mau tahu” kisah wartawan tempo Linda Trianita di YouTube Bocor Halus Politik.
Berikut wawancara Linda Trianita wartawan tempo yang terlibat dalam pemburuan berita terkait kasus Harun Masiku dalam perbincangan Bocor Halus Politik Majalah Tempo.
Kasus Harun Masiku memberikan dampak persoalan politik di tubuh PDIP sampai sekarang. Gangguan-gangguan di Partai banteng moncong putih itu mulai terjadi, Hasto di hubungi satu kurir dari Jaksel. Ada dua pesan dari kurir Jaksel, pertama Hasto diminta mundur dari Sekjend, yang kedua Hasto di minta menyampaikan ke Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri – red) saya di ancam.
Ketika itu redaktur saya mas Pram (Stefanus Pramono-red), saya diminta harus dapat lebih dari media-media lain terkait berita Harun Masiku. Saya menghubungi sumber-sumber saya di berbagai lini, KPK, PDIP dll apakah benar itu operasi tangkap tangan menyangkut dengan Sekjen PDIP Hasto Kristianto, kata Linda Trianita di YouTube Bocor Halus Politik.
Waktu itu yang tertangkap, ada Saiful Bahri, Doni Tri Istikomah mereka ikut di ciduk KPK, terus Wahyu Setiawan komisioner KPU ada Tio anggota Bawaslu. Kemudian disitu ada ternyata derama soal penangkapan.
Deramanya adalah Harun Masiku yang harusnya ditangkap saat itu juga, ternyata dibilang tidak ada di Indonesia. Narasi pemerintah, KPK waktu itu release ada satu tersangka yang tidak kami tahan karena berdasarkan data perlintasan imigrasi Harun Masiku belum kembali ke Indonesia.
Data perlintasan terakhir dia (Harun Masiku -red) keluar ke Singapura pada tanggal 16 Januari 2020 dan memang kita punya data juga bahwa pada 16 Januari 2020 itu Harun Masiku membeli 3 (tiga) tiket Garuda atas nama dia sendiri pada pagi hari, jam 7, Jam 11 sama Jam 9.
Dia (Harun Masiku-red) berangkat pesawat yang jam 11 itu, karena info yang kami peroleh paginya itu dia mampir dulu ke Sutan Syahrir 11a (tempat Sekjen PDIP-red). Dari situ berangkat jam 9an dannaik Garuda Jam 11, setelah itu dia kembali ke Jakarta ke esokan harinya, itu data kita peroleh.
Dia juga sama beli 3 (tiga) tiket, ada Batik Air, ada Line Air Class Bisnis, Batik Air nya dua dengan berbeda jam, dia flight dari Change Airport, sore sekitar Jam 4 atau 5 dia tiba di Sukarno Hatta Airport.
Waktu itu kita sudah dapat manifest dia duduk di 3C kalau tidak salah ada di Majalah Tempo Edisi Januari 2020. Karena mas Pram belum puas, bisa ga kita dapat fotonya atau videonya. Akhirnya kita mencari lalu dapatlah cctv Harun Masiku melintas di Terminal 2 Sukarno Hatta.
Kami verifikasi kepada orang – orang yang pernah melihat Harun Masiku dan memang itu Harun Masiku, cek ke KPK, dan memastikan lagi kronologinya. Dia di Indonesia ngapain saja. Dan disitu mendapat perlakuan istimewa sebenarnya di bandara itu.
Ada orang yang berseragam menjemput dia, menghampiri dia, biasanya kalau kita warga biasa pasti kita melintas imigrasi sendiri, scan. Dia nggak, dia didampingi petugas yang berseragam, dia ditemani sampai keluar dan disitu dia naik silver berd.
Disitu ada kejanggalan, kita cek siapa Harun Masiku, saya mengumpulkan data dia tinggalnya di Thamrin Residences Apartemen. Waktu itu saya sama Devi Ernies, kami ke Tamrin Residence. Pas wawancara dengan pengelola, Harun Masiku nunggak IPL selama 3 bulan.
Jadi kalau dia beli tiket sampai 3 tiket, Garuda, Line Air, Class Bisnis, Batik Air tetapi ternyata apartemennya tidak bayar. Waktu itu sudah ada mobil dia yang di segel KPK. Lalu ada pengumuman dari KPK menemukan mobil Harun Masiku. Itu kan mobil yang pernah di temukan majalah Tempo.
Apa yang terjadi, Sekjen PDIP baru saja di tetapkan sebagai tersangka oleh KPK beberapa hari yang lalu. Diawal kita menduga Hasto Kristianto ikut menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Cuman waktu itu KPK tidak menetapkan Hasto Kristianto sebagai tersangka.
Karena waktu itu pimpin KPK ada Lili Pinta Uli, Alexander Marwata, Nawawi. Memang siapa yang berani tetapkan Hasto Kristianto sebagai tersangka, masih jauhlah Hasto terungkap dalam gelar perkara KPK.
Dengan komposisi pimpinan KPK seperti itu, kasus ini melempem. Pada tanggal 18 Desember 2024 penyidik melakukan ekspose atau LPP, komposisi pimpinan masih yang lama sama dengan ekspose 2020, bedanya Lili Pinta Uli sudah mundur dari KPK.
Mereka sikapnya sama tidak mau menaikkan kasus ini ke penyidikan dan tidak mau menetapkan Hasto Kristianto sebagai tersangka. Tanggal 20 Desember 2024 ada serah terima pimpinan KPK baru. Setelah serah terima jabatan dari pimpinan yang lama ke pimpinan yang baru beberapa hari kemudian ada ekspose lagi disitu pimpinan sepakat menaikkan Hasto dan Dony sebagai tersangka.
Bahkan Hasto di jerat tidak hanya sebagai penyuap tapi juga ada pasal obstraction of justice.
Sumber: Bocor Halus Politik
Editor: Tim tc