Layakkah Mabes Polri disebut Sarang Mafia
Layakkah Mabes Polri disebut Sarang Mafia

Nasional, Trans-Cyber.id, – Sudah layakkah korps Bhayangkara yang bermarkas di jalan Tarunojoyo Jakarta Selatan itu disebut sebagai sarang mafia ?
Berdasarkan pemberitaan diberbagai media beberapa bulan belakangan ini tak henti-hentinya Markas Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi sorotan Publik bagaimana tidak Institusi penegak hukum itu tidak henti-hentinya memunculkan berbagai pemberitaan yang tak sedap.
Pemberitaan-pemberitaan beberapa bulan belakangan ini seolah benar-benar menjawab pertanyaan publik selama ini bahwa “Mabes Polri Sarang Mafia?”
Tidak tanggung-tanggung, petinggi-petingginya benar-benar menjadi sorotan dan perhatian publik terkait beberapa peristiwa dugaan kejahatan. Mulai dari kasus pembunuhan, kerusuhan suporter sepak bola dijawa timur, transaksi narkoba hingga kasus-kasus gratifikasi atau penerimaan sejumlah uang yang disinyalir dilakukan oleh beberapa pejabat utamanya.
Selain menjadi tontonan dan sorotan publik, terhadap perilaku-perilaku petinggi Polri tak sedikit menjadi bahan olok-olokan juga. Seperti kasus pembunuhan berencana mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo terhadap anak buahnya sendiri sekarang telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selanjutnya tak kalah heboh peristiwa kerusuhan suporter di Jawa Timur tepatnya di stadion Kanjuruhan, Polri selaku pihak keamanan dinilai gagal melaksanakan tugas-tugas pengamanan dalam perhelatan pertandingan liga Indonesia yang berujung pada kerusuhan antar suporter dan kasus tersebut menewaskan 132 orang.
Kasus-kasus ini benar-benar telah menguras waktu, tenaga, pikiran dan yang tak kalah pentingnya memakan biaya yang tidak sedikit apalagi sampai adanya korban ratusan nyawa manusia secara sia-sia.
Pada Jumat (14/0) lalu Presiden Joko Widodo mengundang seluruh jajaran pimpinan polri ke Istana negara, mulai dari Mabes Polri, Polda hingga Polres. Dalam pertemuan tersebut Presiden Joko Widodo selaku kepala negara dihadapan para petinggi Polri memberikan hal-hal penting yang selama ini menjadi sorotan publik, seperti perilaku dan pola atau gaya hidup anggota Polri yang disebut hedon.
Sialnya, belum acara dimulai, institusi Polri itu kembali dihebohkan terkait penangkapan seorang anggota polri berpangkat Jenderal bintang dua. Isu penangkapan langsung kembali menghebohkan jagat publik. Seperti diberitakan, seorang anggota polri berpangkat Jenderal bintang dua disebut-sebut terlibat langsung dalam kasus transaksi narkoba jenis sabu-sabu.
Bahkan, sang jenderal disebut-sebut terlibat mengendalikan peredaran narkoba yang berasal dari penggelapan barang bukti pengungkapan kasus narkoba di salah satu Polres di Sumatera Barat.
Kasus ini tentu menjadi tamparan bagi Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo juga presiden Joko Widodo. Kasus ini lagi-lagi menjadi perhatian khalayak publik selanjutnya oleh Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo membatalkan surat telegram rahasia (TR) terkait pengangkatan dan pemberhentian Kapolda Jawa Timur.
Hal itu tidak terlepas dari sorotan presiden Jokowi kepada institusi Kepolisian yang selama ini telah menjadi sorotan publik, Presiden menuntut jajaran Polri bekerja keras mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang berada dititik nadir.
Isu-isu miring tidak berhenti disitu saja, beberap pejabat tinggi di Mabes Polri dan beberapa Kapolda sampai hari ini masih terus mencuat, seperti Kabareskrim, Kadiv Propam Polri beberapa media memberitakan adanya dugaan gratifikasi salah satu perkara yang nilainya katanya miliaran rupiah.
Selain itu, seperti Kapolda Metro Jaya, Kapolda Sumatera Utara masih dirundung isu tak sedap, dimana isu itu menyebutkan keterlibatan kedua petinggi utama Polda itu terkait masalah jaringan perjudian dengan bandar-bandar besar.
Dalam kasus ini, Kepala Kepolisian RI, Jenderal Listiyo Sigit Prabowo telah melakukan tindakan tegas melalui sidang etik Polri dan beberapa anggota telah diberikan sanksi seperti demosi, penundaan kenaikan pangkat, pemberhetian dengan tidak hormat hingga pukul proses pidana.
Terlepas Kepolisian sebagai Institusi Negara, bahwa apa yang terungkap ditubuh polri belakangan ini harus berani kita sebut secara jujur bahwa semua rangkaian yang sudah dilakukan, yang belum dilakukan, yang akan dilakukan diluar ketentuan aturan perundangan adalah bentuk tindakan para mafia, bukti nyata sebagai pengkhianatan kepada institusi dan negara.
Sejauh ini, kinerja kepolisian negara republik Indonesia secara tidak langsung dapat dikatakan masih jauh dari harapan masyarakat sebagaimana tugas-tugas kepolisian yang sudah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Apalagi sampai detik ini kejahatan-kejahatan terhadap hukum masih terus terjadi dilingkungan kepolisian negara republik Indonesia. Misalnya tidak adanya transparansi penegakan hukum dikepolisian, tingginya dugaan transaksi-transaksi terhadap penanganan kasus oleh oknum-oknum penyidik.
Tidak adanya transparansi pengelolaan anggaran di tubuh polri, serta rendahnya pertanggungjawaban polri terhadap penanganan hukum serta adanya perilaku Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam manajemen pengelolaan ditubuh polri.
Proses rekruitmen ditubuh polri masih sarat dengan suap atau sogok, yang tidak kalah pentingnya, jabat-jabatan di organisasi polri juga diduga masih berlangsung secara transaksional.
Maraknya jatah-jatah atau upeti oleh oknum-oknum dari tingkat bawah sampai tingkat Mabes, serta masih adanya istilah leting atau angkatan dijajaran polri.
Semuanya itu merupakan hambatan yang membuat polri tidak akan pernah disukai atau dihormati oleh masyarakat. Bahwa berdasarkan rentetan yang terutang dalam tulisan ini dapat dipastikan perilaku kepolisian RI cenderung menyamai praktek – praktek mafia.
Itulah sebabnya institusi polri kita disebut sebagai sarang mafia. Terlepas dari semuanya itu silahkan anda menilai sendiri.
(Red)