Kasus Tewasnya Brigadir J, Representasi Minimnya Perhatian Joko Widodo Terhadap Hukum ?

Jakarta, Trans-Cyber.id – Peristiwa polisi tembak polisi dirumah polisi menggemparkan publik, berbagai media sosial yang resmi dan yang tidak resmi secara terus menerus menyoroti peristiwa tersebut.
Peristiwa peristiwa horor yang memilukan dan memalukan itu menjadi sorotan, presiden Joko Widodo selaku atasan langsung kepolisian RI dinilai tidak tegas dalam penegakan hukum. Kematian Brigadir J di rumah atasannya berpangkat Jenderal bintang dua menunjukkan Polri gagal memberikan jaminan keamana terhadap anggotanya sendiri.
Bagaimana tidak, seorang anggota polri berpangkat Brigadir polisi, mati secara tragis dan sia-sia di rumah seorang jenderal?
Peristiwa ini secara tidak langsung maupun langsung menunjukkan bahwa Polisi dibawah pemerintahan Joko Widodo gagal melaksanakan tugas-tugasnya sebagai penegak hukum.
Kita yakin masyarakat juga dapat melihat dan merasakan bersama, bagaimana Presiden Joko Widodo memberikan perhatian terhadap penegakan hukum, hampir tidak ada perhatian presiden terhadap hukum. Paling kalau ada kasus hukum, presiden bilang, “proses secara hukum”, “ungkap secara tuntas”, prosesnya seperti apa tidak jelas.
Periode pertama masa jabatan Joko Widodo ada beberapa kali bicara masalah kasus korupsi, bagaimana hasilnya juga tidak ada, masyarakat dapat melihat kasus korupsi di periode pertama sampai sekarang periode kedua pemerintahan Jokowi banyak terjadi.
Paling santer akhir-akhir ini salah satu komisioner KPK menjadi sorotan gara-gara dugaan gratifikasi atau menerima janji yang diduga mengarah tindak pidana korupsi, kejadian itu bukan kali pertama terjadi, dalam kasus korupsi salah satu pejabat daerah di Sumatera Utara, Komisioner KPK tersebut juga diduga terlibat.
Sayangnya kasus itu bisa hilang begitu saja tanpa ada proses hukum, belakangan Dewan pengawas KPK kembali menyidangkan pelanggaran terhadap kode etik KPK, tiba-tiba diberbagai media memberitakan Komisioner Pinta Uli Siregar dinyatakan mengundurkan diri dari KPK.
Banyak memang fakta – fakta yang memperlihatkan bahwa penegakan hukum di periode Presiden Joko Widodo dinilai sangat rendah. Rezim sekarang terkesan hanya mengejar ekonomi dan infrastruktur saja tanpa melihat hukum sebagai landasan yang baik dalam mengelola negara.
Kembali ke kasus Brigadir J (almarhum), katanya presiden Joko Widodo sudah mengkomentari kausus ini sebanyak dua kali. Namun sampai detik ini Polri belum menemukan pelakunya, jangankan sebagai pelaku, polri baru berhasil memunculkan beberapa peristiwa dalam kasus ini.
Seperti polisi mengatakan dalam kasus ini ada pelecehan seksual, pengancaman atau pembunuhan, akan tetapi pelakunya satupun belum ditemukan polisi.
Sebegitu lemahnya atau buruknya penegakan hukum di Pemerintahan Joko Widodo ini? secara otomatis pertanyaan ini menjadi jawaban atas kegagalan polisi mengungkap siapa pelaku dibalik tembak menembak polisi di rumah polisi yang menewaskan Brigadir J?
Polisi selaku penegak hukum, rakyat tidak membutuhkan banyak cerita atau omongan, akan tetapi masyarakat menuntut hasil kinerja polri dalam penegakan hukum.
Sederet kritikan dan pendapat hukum yang di sampaikan publik ke pada kepolisian, polisi lagi-lagi hanya berbalas pantun lucu dan jenaka, “tunggu tim bekerja dulu, sebagaimana komitmen polri secara terbuka bla…bla…bla”.
Polri perlu sadar, pantun jenakamu alias keterangan-keterangan persmu telah berhasil menyeret nama presiden gagal dalam menegakkan hukum. Artinya keterangan Polri menjadi bukti kegagalan hukum di rezim Joko Widodo.
Lambatnya proses penegakan hukum yang di lakukan Polri terhadap berbagai kasus, kasus tembak menembak sesama anggota polri di rumah dinas Irjend Ferdy Sambo berpotensi menjadi ancaman serius bagi pemerintahan Joko Widodo.
Kasus ini merupakan pertanggungjawaban presiden Joko Widodo kepada rakyat sebagai konstituen, Polri sebagai pelaksana undang-undang dalam hal ini para petinggi-petingginya bukan tidak mungkin akan banyak yang dicopot karena dinilai gagal.(Red)