Turbulensi Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Foto : Ilustrasi
JAKARTA, trans-cyber.id, — Kebijakan pemerintah didunia pendidikan dinilai masih berorientasi pada pembiayaan-pembiayaan semata. Alih-alih perbaikan dan peningkatan kualitas mutu berbagai program dan kebijakan justru menjadi beban ekonomi bagi masyarakat.
Fenomena ini menjadi turbulensi yang sangat serius menyebabkan dunia pendidikan kehilangan makna dan tujuannya dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing.
Ruang kelas sekolah sebagai tempat belajar dan berpikir hanya sibuk dengan kebiasaan dan rutinitas belaka. Seragam dan simbol-simbol yang tidak substantif dijadikan menjadi beban bagi orang tua/wali dan peserta didik.
Sebagaimana Permendikbud No. 50 Tahun 2022 dimana pemerintah telah menetapkan peraturan tentang pakaian atau seragam dan perlengkapan lainnya mulai dari tingkat SD, SMP, sampai ketingkat SMA/sederajat.
Misalnya, berdasarkan Permendikbud Seragam SD Kemeja putih dan bawahan (celana/rok) merah hati; SMP/SMPLB: Kemeja putih dan bawahan (celana/rok) biru tua, SMA /Sederjat : Kemeja putih dan bawahan (celana/rok) abu-abu. Seragam Pramuka: Sesuai dengan ketentuan gerakan Pramuka. Seragam Khas Sekolah:
Namun demikian diluar seragam yang diatur pemerintah, diberbagai sekolah pemerintah masih membebani kebijakan terkait jenis seragam lainnya seperti; baju raga, batik dan pakaian putih-putih yang kesemuanya menjadi kewajiban bagi peserta didik.
Belum lagi atribut-atribut yang harus ditempel pada seragam-seragam tertentu yang kesemuanya menjadi beban yang sangat memberatkan pembiayaan terhadap orang tua murid/wali dan peserta didik. Hal ini tentu bisa berdampak negatif terhadap tujuan pendidikan itu sendiri.

Atribut-atribut pendidikan (Ilustrasi)
Banyaknya jenis seragam sekolah dari tingkat SD, SMP, SMA/sederajat dinilai menjadi permasalahan yang serius Ditetapkan oleh masing-masing sekolah. Pakaian Adat: Pemerintah Daerah dapat mengatur penggunaan pakaian adat pada hari atau acara adat tertentu.
Ruang-ruang kelas sekolah sebagai ruang belajar, berpikir untuk mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas justru hanya sibuk membuat dengan kebijakan – kebijakan atributif dan simbol-simbol yang jauh dari tujuan dan cita-cita pendidikan yang dicanangkan.
Seharusnya seragam pendidikan di Indonesia oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan tidak lagi hanya memaknai seragam sekolah pada pemahaman – pemahaman yang sempit khususnya masalah seragam atau pakaian serta atribut sekolah lainnya.
Perlu diketahui peraturan ke-seragaman sekolah di Indonesia dimulai sejak tahun 1980-an, tepatnya pada tahun 1982, dimana tujuan daripad peraturan itu adalah hanya untuk membedakan warna seragam sekolah berdasarkan jenjangnya saja.
Peraturan ini jelas memberikan pesan bahwa bahwa pendidikan hadir memberikan pesanan sederhana secara simbolis berbeda dengan Permendikbud tahun 2024 yang sibuk dengan atribut – atribut dan simbol-simbol yang secara substansi menghilangkan makna dan tujuan pendidikan itu sendiri.
Wartawan: AA
Editor : Redaksi