Pengacara Edward Sihotang, SH Siap Advokasi 3.7Juta Peserta BPJS

Foto Ilustrasi BPJS Kesehatan
JAKARTA, trans-cyber.id, — Penghapusan 3.7juta data peserta BPJS PBI tahun 2025 bentuk nyata kegagalan sekaligus sebagai ancaman nyata terhadap jaminan kesehatan warga negara Indonesia. Jaminan undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berubah menjadi mala petaka yang membayangi kelangsungan hidup sehat warga negara Indonesia.
Menurut pemberitaan berbagai media, Direktur utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti diduga telah melakukan tindakan penghapusan sepihak data-data peserta BPJS kesehatan. Penghapusan data tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Sosial No. 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 mengenai DTSEN.
“Penghapusan ini kita dasarkan pada Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 mengenai DTSEN” kata Direktur BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, seperti dikutip dari pemberitaan Tempo.co, 25 Juni 2025.
Apa yang dilakukan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti dipandang perlu disikapi oleh masyarakat karena patut diduga penghapusan data tersebut bertentangan dengan tujuan dari jaminan kesehatan nasional (JKN), yaitu; untuk menyempurnakan pelaksanaan program JKN, termasuk dalam hal pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanan kesehatan agar lebih efektif dan efisien serta bermanfaat untuk kesehatan bagi seluruh peserta.
Sebagaimana telah ramai diberitakan di berbagai media penghapusan data 7.3juta peserta BPJS itu didasarkan pada data-data yang diterima dari Menteri Sosial RI yang diduga belum terverifikasi kepada 7.3juta pemilik data peserta membuat peristiwa ini harus diungkap secara taransparan dan tuntas.
Menurut Edward Sihotang dari Kantor Hukum Edward Sihotang & Partner penghapusan 7.3juta data peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat menimbulkan persoalan hukum yang serius, karena di khawatir mengancam hak-hak warga negara terkait jaminan kesehatan sebagaimana telah diamanatkan undang-undang.
“Penghapusan data peserta BPJS ini perlu diungkap secara tuntas. Sebab diduga bertentangan dengan undang-undang tentang perlindungan data pribadi, dimana tindakan penghapusan data-data peserta BPJS tidak dilaksanakan sesuai prosedur dan ketentuan hukum, sehingga berdampak buruk terhadap hak-hak kesehatan warga masyarakat” kata Edward Sihotang, SH di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.
Sebelumnya pernyataan Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf, atau akrab disapa Gus Ipul juga telah ramai diberbagai pemberitaan menyatakan bahwa jutaan peserta PBI JKN telah dinonaktifkan karena tidak tercantum dalam DTSEN dan dinilai telah berada dalam kondisi sosial ekonomi yang lebih sejahtera.
“Penerima bantuan PBI JKN, ada alokasi Rp 96,8 juta, usulan bupati/wali kota se-Indonesia. Dari pemadanan data yang ada, terdapat Rp 7,3 juta peserta dinonaktifkan karena tidak terdaftar di DTSEN dan sudah dianggap sejahtera,” kata Gus Ipul dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 18 Juni 2025.
Menyikapi hal itu, Edward Sihotang, SH berpendapat bahwa penonaktifan 7.3juta data peserta BPJS tahun 2025 ini harus dapat dijamin dipastikannya. Banyak masyarakat diluar sana sedang bertanya-tanya, secara tiba-tiba data kepesertaan BPJS mereka dinyatakan tidak aktif atau tidak dapat digunakan.
“Penonaktifan 7.3juta peserta BPJS ini patut diduga cacat prosedur, karena penonaktifan 7.3juta peserta BPJS dilakukan secara sepihak. Sehingga pihak BPJS Kesehatan perlu dimintai pertanggungjawaban terkait penonaktifan 7.3juta peserta BPJS tersebut. Bagaimana Menteri Sosial dan pihak BPJS dapat menjamin 7.3juta peserta BPJS yang sudah dihapus itu?” kata sosok Pengacara itu.
“Ini masalah 7.3juta data warga negara yang harus benar-benar terjamin secara hukum. Apakah penghapusan 7.3juta data peserta BPJS kesehatan itu sudah benar-benar sesuai prosedur hukum dan apakah pihak BPJS memberitahukan kepada masing-masing peserta secara resmi ?
Selaku pembantu presiden menteri sosial dan BPJS harusnya tahu dan mengerti apa itu jaminan dan kepastian hukum tidak asal menghapus data-data orang begitu saja. Bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik dapat diwujudkan kalau menteri sosial dan BPJS tidak paham apa itu kepastian hukum untuk menjamin kesehatan” Ungkap Edward Sihotang, SH dalam pendapatnya.
Terhadap persoalan 7.3juta data yang dihapus atau dinonaktifkan oleh BPJS, bila dikemudian hari terdapat persoalan hukum, edward mengaku, bersedia memberikan bantuan hukum terhadap seluruh warga negara Indonesia terkhusus 7.3juta data peserta BPJS yang dihapus.
“Selaku advokat secara tegas saya sampaikan, kita siap memberikan pendampingan hukum terhadap seluruh warga negara Indonesia yang tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku” tutup Edward bersikap. (AA)