Pahami Hukum, Jangan Sampai Menjadi Korban

Oleh : Edward Sihotang, SH
Advokat/ Konsultan Hukum
Konsultasi : 0813-8236-6695)
Tinjauan Hukum Tindak Pidana Penyertaan atau Turut Serta Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia
Walaupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sudah mengatur tentang penerapan hukum di Indonesia, dalam prakteknya ada banyak kasus-kasus hukum tidak mampu diselesaikan oleh aparat hukum di negeri ini.
Dalam praktek pelaksanaan Penegakan hukum (pidana) di Indonesia sangatlah tidak mudah, ibarat memasuki lorong gelap tanpa arah dan kepastian.
Dengan ketidak pastian itu sudah bukan rahasia umum lagi, hukum menjadi alat transaksional yang melampaui bisnis (haram).
Pada tulisan ini kita akan menyampaikan salah satu tindak pidana yang sering terjadi dimasyarakat yaitu tentang tindak pidana Penyertaan atau ikut serta.
Pasal tindak pidana Penyertaan atau turut serta telah diatur dalam Pasal 55 KUHP jo. Pasal 20 UU No. 1 tahun 2023 tentang KUHP terbaru.
Pasal 55 KUHP:
Ayat (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan;
Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan beserta akibat-akibatnya.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menyatakan bahwa pelaku tindak pidana kejahatan adalah setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan.
Unsur-unsur Pidana Pasal 55 KUHP
Terdiri dari : Melakukan (pleger), menyuruh melakukan (doenplegen), ikut serta melakukan (medepleger) dan penganjur (Uitlokker)
Tulisan ini hanya terbatas pada pembuat (deder) dan Pelaku (plager) turut Serta Menurut pasal 55 KUHP, Jo. UU Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 20
Pembuat (Dader), dan Pelaku (Pleger)
Pelaku adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi rumusan delik yang paling bertanggung jawab atas suatu peristiwa kejahatan (tindak pidana)
Dalam bahasa sehari-hari pelaku adalah orang yang melakukan suatu “tindakan” atau kejahatan tindak pidana.
Menurut Ilmu hukum pidana pelaku adalah tindakan yang dilakukan seseorang yang telah mewujudkan atau memenuhi semua unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang.
Tindak Pidana Turut Serta (Medepleger)
Turut serta (Medepleger) adalah mereka (lebih dari satu orang) yang melakukan suatu perbuatan yang bekerja sama secara sadar dan bersama-sama secara fisik melakukan tindak pidana.
Apakah semua orang yang ikut atau turut serta melakukan tindak pidana harus memenuhi semua unsur tindak pidana walaupun diancam dengan pidana yang sama.
Menurut Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, “turut serta atau ikut serta” merupakan perbuatan masing-masing orang yang turut atau ikut serta melakukan tindak pidana yang harus dilihat sebagai satu kesatuan. R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa :
Yang dimaksud dengan “orang yang ikut melakukan” (medepleger) atau “turut melakukan” atau “secara bersama-sama melakukan” setidak-tidaknya harus minimal ada dua orang pelaku, yaitu; orang yang melakukan (pleger) dan orang yang ikut melakukan (medepleger) suatu peristiwa pidana.
Dipastikan kedua orang itu sedikit-dikitnya semua melakukan perbuatan atau melakukan peristiwa tindak pidana itu. Yang artinya tidak boleh hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya membantu.
Sebab kalau demikian, “orang yang ikut melakukan” (medepleger) atau “secara bersama-sama melakukan” atau membantu melakukan itu tidak termasuk dalam “medepleger” akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige).
Menurut R. Soesilo bahwa orang “membantu melakukan” jika ia dengan sengaja memberikan bantuan pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan.
Peristiwa Pidana
Apabila bantuan diberikan setelah kejahatan itu dilakukan, maka orang tersebut melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah” atau menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau menghalang-halangi penyidikan.
Dalam perbuatan“membantu” unsur “sengaja” harus ada, sehingga orang yang secara kebetulan tidak mengetahui telah memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu tidak dihukum.
Bukan hanya unsur sengaja, tetapi ada juga disertai “niat” atau “mens rea” untuk melakukan kejahatan itu. Dengan kata lain harus timbul dari orang yang diberi bantuan, kesempatan, daya upaya atau keterangan itu.
Jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan secara sendiri, maka orang itu bersalah melakukan “membujuk melakukan” (uitlokking).
Sejalan dengan itu Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya yang berjudul Asas-Asa Hukum Pidana di Indonesia hal.123, mengutip pendapat Hazewinkel-Suringa, Hoge Raad (Belanda) menjelaskan dua syarat bagi adanya ikut serta melakukan tindak pidana, yaitu: kerja sama yang disadari antara para pelakunya, dan merupakan suatu kehendak bersama di antara mereka serta secara bersama-sama melaksanakan kehendak itu.
Lebih lanjut, dalam hal.126-127 menjelaskan mengenai perbedaan bersama serta pembantuan atau membantu melakukan, menurut dia berdasarkan teori subjektivitas, ada 2 (dua) ukuran yang digunakan yaitu;
1.Wujud kesengajaan pelaku
- Soal kehendak si pelaku benar-benar ikut melakukan tindak pidana atau hanya untuk memberikan bantuan; atau
- Soal kehendak si pelaku benar-benar mencapai akibat yang merupakan unsur dari tindak pidana atau hanya ikut melakukan atau membantu apabila pelaku utama melakukannya.
2. Kepentingan dan Tujuan Pelaku
Apabila si pelaku ada kepentingan sendiri atau tujuan sendiri, atau hanya membantu untuk memenuhi kepentingan atau untuk mencapai tujuan dari pelaku utama.
Berdasarkan deskripsi diatas secara jelas dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan ikut serta dan pembantuan.
“turut serta melakukan” ada kerja sama yang disadari antara para pelaku dan mereka bersama-sama melaksanakan kehendak tersebut, para pelaku memiliki tujuan dalam melakukan tindak pidana tersebut.
Sedangkan dalam “membantu melakukan” atau “pembantuan”, kehendak dari orang yang membantu melakukan hanyalah untuk membantu pelaku utama mencapai tujuannya, tanpa memiliki tujuan sendiri.
Pembuat (Dander), Pelaku (Pleger) dan Turut Serta (Medepleger)
Perbuatan mengenai ikut melakukan dan membantu melakukan telah diatur dalam Pasal 55 ayat (1) dan (2) KUHP yang ‘lama’ (saat ini masih berlaku) serta UU Nomor 1 tahun 2023 KUHP Pasal 20 yang akan mulai berlaku 3 tahun dihitung sejak tanggal diundangkan yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 55 KUHP Ayat 1:
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang ikut serta melakukan perbuatan;
mereka yang dengan memberi atau Menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuatan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja membujuk orang lain supaya melakukan perbuatan.
Pasal 55 KUHP Ayat (2)
Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP
Pasal 20
Setiap orang yang ditunjuk sebagai pelaku tindak pidana jika:
melakukan sendiri tindak pidana yaitu melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan;
turut serta melakukan tindak pidana ; atau menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuatan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman kekerasan, melakukan penyergapan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.
Penjelasan Pasal 20
Yang dimaksud dengan “dengan perantaraan alat”, misalnya mengendalikan jarak jauh yang digunakan secara tidak langsung untuk melakukan tindak pidana. Dalam hal menyuruh melakukan, orang yang disuruh melakukan tindak pidana tidak dipidana karena tidak ada unsur kesalahan.
Bahwa berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan; Pelaku (Pleger) merupakan orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan.
Sedangkan Turut Serta (Medepleger) adalah mereka yang bekerja sama secara sadar dan bersama-sama secara fisik melakukan tindak pidana.
“Orang yang ikut melakukan” (medepleger) artinya turut melakukan atau secara bersama-sama melakukan setidak-tidaknya harus memenuhi dua orang yaitu; orang yang melakukan (pleger) dan orang yang ikut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.
Kedua pelaku sedikit-dikitnya semua melakukan perbuatan peristiwa tindak pidana itu yang disertai dengan niat (mens rea) untuk melakukan kejahatan dan itu harus dibuktikan timbul dari orang yang diberi bantuan, kesempatan, daya upaya atau keterangan itu.
Pertanyaan (the question)
Dapatkan pelaku turut serta (Medepleger) di tuntut atau di vonis di pengadilan sementara pelaku atau pembuat (Pleger) bebas tanpa tuntutan hukum?
Dalam praktek hukum pidana, penerapan hukum bukan saja didasarkan pada pembuktian semata, akan tetapi harus memiliki pengetahuan dan pengertian yang mendasar terhadap kaidah-kaidah hukum terutama dalam menerapkan pasal-pasal pidana karena menyangkut nyawa manusia selain diperlukan tranparansi penguasaan terhadap rangkaian suatu kasus hukum (tindak pidana) dapat menjamin kepastian hukum setiap orang.
Asas Id Dubio Pro Rero “lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”
Penegakan hukum di Indonesia akhir-akhir ini cenderung pada justifikasi dan sentimen yang sangat sempit, hal seperti ini banyak terjadi di negeri ini dimana para pelaku-pelakunya adalah oknum-oknum aparat-aparat penegak hukum itu sendiri. ***
Sumber : TransCyber.id, Terbit : 26 April 2023

