Perilaku dan Budaya Korupsi di Indonesia

Perilaku dan dan Budaya korupsi sudah membayang-bayangi negeri ini sejak lama. Bahkan seiring berjalannya waktu perilaku ini semakin terang-terangan dilakukan hingga menjadi budaya sehari-hari. Pelakunya tidak lagi punya rasa malu untuk mempertontonkan.
Kekayaan alam sebagai aset dan masa depan yang diharapkan bagi peruntukan dan kesejahteraan rakyat di bajak, dijadikan alat transaksional sekelompok elit dan penguasa dimana-mana. APBN dari hasil keringat dan darah rakyat di korup tanpa pertanggungjawaban apapun.
Fenomena ini tidak terlepas dari buruknya perilaku dan budaya rumpun kekuasaan di negeri ini. Rumpun Eksekutif (Pemerintah), rumpun yudikatif (penegak hukum) dan rumpun legislatif (Wakil-wakil rakyat) adalah pihak-pihak yang paling bertanggung jawab dalam semua sistim kejahatan ini.
Rumpun Eksekutif (Pemerintah)
Rumpun Eksekutif (Pemerintah) dalam hal ini adalah presiden dan menteri-menterinya, Gubernur, Bupati/Walikota dan seluruh bawahannya termasuk tingkat paling bawah, Kepala Desa, RT, RW.
Perilaku kesemuanya itu menjadi perhatian dan sorotan publik bukan karena prestasi atau karena pencapaian yang baik, namun lebih karena perilaku dan budaya korupsinya yang sangat memprihatikan bahkan sudah pada tingkat tertinggi yaitu mengancam stabilitas negara.
Praktek dan perilaku korupsi benar-benar sudah menjadi budaya, terjadi di semua sektor secara sistematik terstruktur dan massif dalam waktu yang bersamaan. Rakyat benar-benar kehilangan kepercayaannya.
Keadaan perekonomian menjadi goncang dan tak terkendali, kini menjadi ancaman di depan mata. Angka pengangguran terus meningkat disertai pemutusan hubungan kerja dimana-mana karena tidak adanya kepastian hukum terhadap ekonomi.
Harga-harga arga kebutuhan pokok tidak terus meningkat yang semakin tidak sebanding dengan daya beli masyarakat, berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah yang secara terus-menerus dipaksakan semakin berdampak luas terhadap stabilitas ekonomi, politik dan hukum akhir-akhir ini.
Program pemerintah secara khusus proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) sampai saat ini belum memberikan sentimen positif terhadap perekonomian nasional termasuk para investor yang di harapkan.
Demikian pula proyek – proyek pemerintah pusat dan daerah lainnya yang tidak dapat memberikan pertumbuhan terhadap perekonomian masyarakat, lagi-lagi menyebabkan semakin rendahnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah termasuk disektor – sektor usaha lainnya.
Semua kacau dan bermuara kepada ketidak pastian hukum dan ekonomi. Terjadi pemanfaatan dan sikap saling tidak percaya terus meningkat dimana-mana. Hukum hanya berhenti pada pe-makluman.
Rumpun Yudikatif (Penegak Hukum)
Setali tiga uang, lembaga penegak hukum (yudikatif) yang diharapkan sebagai alat pengendali pemerintah juga tidak jauh dari perilaku budaya korupsi. Pertanggungjawaban penegakan hukum hanya bermuara pada pemberitaan-pemberitaan sampah belaka.
Pertanghgungjawaban anggaran penegakan hukum tidak pernah di buka secara transparan kepada publik, sehingga diyakini sangat mempengaruhi penggunaan anggaran terhadap pencapaian atau penyelesaian suatu perkara yang ditangani setiap institusi penegak hukum.
“berapa besar anggaran biaya suatu perkara yang digelontorkan dan berapa besar pemasukan ke negara dari sebuah perkara yang dikerjakan ?”
Tidak adanya pertanggungjawaban anggaran perkara di hampir semua institusi penegak hukum menjadi salah satu bukti buruknya proses penegakan hukum di negeri ini. Ratusan triliun anggaran digelontorkan ke institusi penegak hukum setiap tahunnya tanpa pertanggung jawaban yang jelas.
Bukan saja masalah pertanggungjawaban anggaran, akan tetapi juga terhadap laporkan pertanggungjawaban perkara secara khusus di instansi Kepolisian yang penanganannya banyak tidak memberikan kepastian hukum.
Praktek-praktek ketidak pastian hukum terjadi disemua cabang-cabang pemerintahan (eksekutif, yudikatif dan legislatif). Ini adalah fakta yang tidak terbantahkan. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat cenderung disalahgunakan oleh pelaksana undang-undang.
Tanggung jawab pekerjaan terhadap tanggung jawab anggaran setiap tahunnya mengalami devisit lagi-lagi dikarenakan tidak adanya kualitas manajemen kinerja yang baik dan transparan. Semua gelap di lorong-lorong kejahatan korupsi.
Rumpun Legislatif (Pengawasan)
Fungsi legislasi sebagai bagian yang sangat menentukan terlaksananya suatu tugas dan pekerjaan di pemerintahan haruslah disertai komitmen dan tanggung jawab yang tinggi.
Dewan perwakilan rakyat (DPR) sebagai lembaga tinggi negara diberi fungsi pengawasan, bugating dan pembuat undang-undang seharusnya diduduki atau dijabat oleh orang-orang yang memiliki integritas tinggi terutama dalam mewujudkan hak-hak rakyat.
Sebagai wakil rakyat, harus memberikan perhatian yang seluas-luasnya kepada persoalan dan hak-hak serta kepentingan rakyat. Mekanisme penanganan setiap aspirasi rakyat menjadi hal yang sangat “fundamental” dan harus menjadi prioritas.
Namun dalam prakteknya, fungsi legislasi dan pengawasan lagi-lagi syarat dengan persekongkolan belaka, bahkan tidak jarang masalah dijadikan sebagai komoditas transaksi antara penguasa yang satu dengan penguasa yang lainnya.
Kebijakan dan permasalahan yang terjadi seringkali menjadi alat kepentingan dan transaksional dikalangan pemangku kekuasaan atau jabatan, sehingga jaminan pelaksanaan suatu aturan sebagai tanggung jawab tidak dapat diwujudkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Budaya atau Perilaku Korup
Sangat ironis memang, ketika perilaku koruptif sudah berubah menjadi budaya di negeri ini. Masyarakat sebagai korban berubah menjadi pelaku. Keadaan ini dimanfaatkan sangat piawai oleh kelompok mafia-mafia hukum.
Sehingga suatu permasalahan bukan lagi dilihat sebagai tanggung jawab negara, akan tetapi dimanfaatkan sebagai peluang kejahatan dengan segala iming-iming dan janji-janji yang disertai dengan imbalan sejumlah barang atau uang.
Keadaan ini menjadi lingkaran dan kekuatan kejahatan secara massif terhadap negara oleh rakyat, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Semua bekerja sama melaksanakan praktek-praktek kecuarang yang berakibat menjamurnya perilaku koruptif yang sekarang sudah menjadi budaya.
Pemberantasan korupsi suara kelaparan dan hausnya rakyat terhadap keadilan dan tegaknya hukum di negeri ini. Dikhawatirkan perilaku koruptif akan semakin mengakar dan berubah menjadi budaya yang mengancam masa depan Indonesia.