Hukum di Polri Semakin Hancur Dalam Kasus Ex Ketua KPK, Firli Bahuri
Opini Publik | TRANS-CYBER.ID
Penulis: Edward S, SH. Advokat/ Konsultant Hukum

Kasus Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri membuat hukum menjadi hancur-hancuran di Institusi Kepolisian RI. Secara khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya yang menangani kasus dugaan pemerataan Ketua KPK, Firli Bahuri.
Penegakan hukum yang diamanatkan undang-undangan benar-benar menjadi hancur nyaris dan tak berguna. Praktek – praktek diskriminasi alias tebang pilih semakin nyata dan terbukti. Hanya karena seorang mantan Ketua KPK, hukum menjadi berantakan, institusi dan negarapun jadi bahan olok-olokan.
Tindak pidana yang sudah jelas dan diduga berkaitan dengan kerugian keuangan negara, bahkan pelakunya sudah jadi tersangkapun, tidak dapat berjalan dengan baik di Kepolisian yang full kewenangan.
Sangat wajar apabila ada anggapan masyarakat, kepolisian bermain-main dalam kasus ini. Entah apa yang merasuki kepolisian. Sebagai institusi penegak hukum yang sangat diharapkan bekerja cepat malah terkesan sebaliknya. Sementara dalam beberapa kasus-kasus remeh temeh terlihat garang.
Ini adalah bentuk praktek penegakan hukum yang sangat buruk. Dengan hanya pertimbangan-pertimbangan penyidik penegakan dan kepastian hukum tidak dapat dilaksanakan. Hal-hal seperti ini sangat sulit diterima akal sehat masyarakat. Masa wewenang lebih tinggi dari undang-undang dan kepastian hukum atau hanya karena wewenang hukum kehilangan kepastiannya?
Pola-pola seperti ini sudah tidak zamannya lagi, kepolisian dengan segala kewenangannya yang super besar, seharusnya sadar tanggung jawab penegakan hukum harus menjadi prioritas demi terwujudnya kepastian hukum dimasyarakat.
Jangan berikan kesempatan bibit-bibit ketidak percayaan masyarakat itu bertumbuh ke kepolisian, semakin buruk kinerja kepolisian semakin buruk pula percayaan masyarakat terhadap hukum.
Tanpa bermaksud menuduh atau mendiskreditkan kinerja kepolisian. Polri pasti mengetahui, seberapa banyak masyarakat kecewa bahkan tidak percaya ke kepolisian. Masyarakat dengan terpaksa mencari jalannya sendiri. Berbagai istilah dijadikan sindiran sebagai upaya masyarakat untuk mencari keadilan.
Harus diakui, buayakotor dan perilaku koruptif masih sangat kuat di institusi kepolisian, dimana salah satu pengakuan dari masyarakat menyatakan bahwa proses penanganan hukum di kepolisian tentukan 4 faktor, yaitu; faktor kekuasaan, faktor politik, faktor uang atau relationship dan yang terakhir adalah faktor karena viral.
Termasuk kasus Ketua KPK Firli Bahuri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 7 bulan yang lalu namun tidak dilakukan penahanan tanpa alasan yang jelas.
Apakah kerena Firli Bahuri mantan Ketua KPK atau Purnawirawan Polri, sehingga kepolisian tidak melaksanakan penegakan hukum terhadapnya? Praktek-praktek kotor dan koruptif dalam penegakan hukum sudah seharusnya disudahi di institusi kepolisian RI.
Ataukah karena faktor kekuasaan, politis, atau faktor lain, seperti uang atau relationship, hanya kepolisian yang tahu. Prasangka-prasangka seperti ini akan terus berkembang selama Polri tidak mampu melaksanakan penegakan hukum dan kepastian hukum dengan baik.
Sementara seluruh rakyat Indonesia sudah tahu bahwa kasus Ketua KPK, Firli Bahuri bukan kejahatan biasa, tetapi termasuk kejahatan luar biasa (ordinary crime), sehingga sangat beralasan untuk di proses secara cepat.
Bila kasus-kasus di kepolisian dibiarkan berlama-lama ini akan menjadi beban bagi perubahan Polri kedepan. Bukan hanya beban secara tanggung jawab, tetapi termasuk beban anggaran bagi negara serta membuat hukum semakin buruk dan tidak layak dipercaya.
Penegakan hukum seperti ini jelas mencederai azas kepastian hukum termasuk mencederai rasa keadilan masyarakat. Indonesia sebagai negara hukum menjadi sangat diragukan.
Dalam kasus ini di ketahui dan telah beredar luas di berbagai pemberitaan media, Firli Bahuri disebut minta Rp 50 Miliar ke Syahrul Yasin Limpo yang diduga sebagai imbalan atas beberapa kasus di Kementerian Pertanian.
Bukan hanya itu saja, dalam kesaksian Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Sebagyono pada sidang Tipikor hari ini, Rabu, (19/6/2024), sejumlah pejabat Kementan mengumpulkan uang hingga Rp 800 juta untuk kepentingan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Jadi begini, setelah disampaikan (SYL) pada waktu itu diperjelas lagi oleh Pak Hatta bahwa ada kebutuhan Rp 800 juta yang akan diserahkan pada Pak Firli,” kata Kasdi.
Ia menuturkan, Hatta bakal menyerahkan uang Rp 800 juta untuk keperluan Firli Bahuri melalui Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar.“Itu akan disampaikan kepada Pak Filri melalui Kapolrestabes Semarang,” ucap Kasdi. (Rm).