Mafia dan Kekuasaan
Mafia dan Kekuasaan

Penulis : Edward Sihotang, SH.
Pengamat Kebijakan Pemerintah
OPINION
“Mafia” istilah yang umum dan sering diperbincangkan masyarakat sebagai cerminan perilaku pejabat yang buruk dan berkuasa.
Mafia ini dilatarbelakangi adanya praktek – praktek perilaku oknum pejabat yang berkuasa yang secara sengaja melakukan kecurangan yang bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pelaku-pelakunya adalah oknum-oknum pejabat itu sendiri yang diberi amanah atas jabatan atau kedudukan yang dijadikan sebagai alat kekuasaan semata.
Di Indonesia praktek perilaku mafia dilingkarkan kekuasaan bukanlah hal baru, bahkan perilaku ini telah terorganisir dan massif, mulai dari kalangan pejabat tinggi sampai pejabat rendahan.
Tidak bisa dipungkiri hal ini terjadi tidak terlepas dari rendahnya moral, integritas yang dimiliki para pejabat negeri ini. Hal itu berbanding terbalik dengan nilai-nilai kebangsaan dan pendidikan yang dienyam.
Jabatan sebagai amanah berubah menjadi kekuasaan absolut secara otomatis melahirkan “mafia” itulah yang terjadi.
Jaringan Kekuasaan dan Mafia
Praktek mafia tidak akan pernah terjadi tanpa adanya kekuasaan atau jabatan, dengan kata lain dari jabatan itulah jikal bakal lahirnya praktek-praktek mafia itu sendiri .
Perilaku “mafia” ini dirancang dan direncanakan secara sadar dan dikerjakan secara terorganisir diberbagai instansi-instansi pemerintah. Dipastikan pelaku-pelakunya adalah oknum-oknum yang memiliki jabatan dan kekuasaan.
Pada umumnya praktek “mafia” ini dilakukan atas dasar kekuatan atau kekuasaan untuk mendapatkan imbalan dalam bentuk uang, harta benda ataupun janji.
Biasanya praktek mafia para oknum-oknum kekuasaan ini sering terjadi pada pejabat-pejabat tinggi di lingkungan pemerintah yang berhubungan dengan aturan-aturan tertentu, seperti; di perkara hukum, perizinan-perizinan, jabatan atau kedudukan, pendidikan, pekerjaan, bahkan tak jarang menakut-nakuti masyarakat tentang sesuatu hal.
Maraknya praktek mafian kekuasaan menjadi tontonan sehari-hari bahkan diberbagai media sosial melalui rekaman video dan tulisan setiap hari dengan sangat mudah ditemukan.
Mafia tanah, mafia hukum dan peradilan, mafia perizinan, mafia tambang, mafia migas, mafia anggaran atau proyek-proyek, mafia pangan dll setiap hari terjadi dinegeri ini.
Praktek Mafia Kekuasaan Sama Dengan Perilaku Radikalisme
Praktek mafia kekuasaan ini secara sederhana dapat dikatakan praktek “percaloan” antara oknum pejabat dengan kelompok masyarakat tertentu dengan cara merusak moral dan tatanan peraturan dan perundang-undangan.
Praktek “mafia” atau “percaloan” bentuk lain dari paham radikalisme di pemerintahan, yang membuat sistem dan peraturan tidak dapat berjalan dengan baik.
Selain merusak sistim pemerintahan, praktek “mafia” atau “percaloan” oleh oknum-oknum pejabat juga secara langsung merusak mental dan moral anak-anak bangsa secara massif dan berkelanjutan.
Dampak lainnya yang tidak kalah jahatnya adalah memantik sentimen negatif masyarakat terhadap negara serta mendatangkan kerugian negara yang secara besar-besaran baik secara materiil maupun non materiil yang menghambat kemajuan dan perkembangan bangsa.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap praktek “mafia” dan “percaloan” sebuah perbuatan yang bersifat kejahatan dan dilakukan secara terencana, terstruktur dan massif semata-mata untuk mendapatkan uang antara oknum-oknum pejabat/penguasa dengan relasinya.
Perilaku dan Mental Korup
Maraknya praktek “mafia” dan “percaloan” di lingkungan pemerintahan membuktikan bahwa pejabat atau pengusaha negeri ini masih di kuasai oleh oknum-oknum koruptor.
Perilaku dan mental korupsi yang sudah terbentuk sedemikian rupa sudah merambah di semua lembaga-lembaga dan instansi-instansi pemerintah.
Sehingga tidak heran setiap kebijakan atau program yang dibuat pemerintah tidak luput dari praktek – praktek korup, termasuk program kerakyat miskin sekalipun. Semuanya tidak lain daripada hanya menambah pos-pos korupsi semata.
Pembajakan anggaran terjadi dimana-mana baik secara terang-terangan ataupun dengan cara terselubung, kegilaan terhadap praktek korupsi bukan lagi sekedar mental ataupun perilaku tetapi sudah menjadi candu alias ketergantungan yang tidak dapat dihindari.

